Ilmu Pengetahuan, Informasi Terkini, tips and triks

Makalah Tentang HAM di Indonesia lengkap

Hy guys, kita ketemu lagi ya ☺ ok, kali ini saya akan membagikan sebuah makalah tentang HAM.  Ok  tanpa banyak basa-basi biar sobat semua tidak bosan menunggu langsung saja ya. Selamat membaca 😃


Hak Asasi Manusia Di Indonesia


Kata Pengantar

Rasa syukur  atas segala karunia yang diberikan oleh  Tuhan  Yang Maha Esa harus kalian  tunjukkan dengan semangat  belajar  yang tinggi dalam  rangka mengembangkan  potensi diri  yaitu dengan cara mengubah gaya belajar  kalian. Mulai  saat  ini  kalian  lebih  banyak  belajar  secara  “mandiri”  dan  bekerja  sama dengan  teman-teman   kalian,  baik yang berasal  dari satu sekolah maupun sekolah lainnya. 
       Pada materi kali ini kalian akan mempelajari  materi tentang “Napak  Tilas Penegakan Hak  Asasi Manusia di Indonesia” yaitu dengan cara  memahami  halhal  yang berkenaan  kasus-kasus pelanggaran  HAM, perlindungan  dan  pemajuan HAM,  serta dasar hukum HAM  di Indonesia. Selain itu, kalian juga harus mampu menganalisis  upaya-upaya  yang  dilakukan  pemerintah  dalam  menegakkan HAM  dan bagaimana  membangun partisipasi masyarakat dalam pemajuan, penghormatan  dan penegakan HAM  di Indonesia. Untuk itu, silakan kalian cermati uraian materi berikut ini.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.


1.2  Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak Asasi Manusia ?
b.Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia ?
c. Apa saja pelanggaran Hak Asasi Manusia ?

1.3  Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui apa itu HAK Asasi Manusia
b. Untuk mengetahu bagaimana perkembangan HAM DI Indonesia
c. Dapat mengetahui apa saja pelanggaran ham.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia

     Manusia adalah  makhluk  yang diciptakan  oleh  Tuhan  Yang Maha Esa dengan segala  kesempurnaanya.  Salah satu kesempurnaan  yang diberikan  Tuhan  Yang Maha Esa kepada manusia adalah “akal dan pikiran” yang membedakannya dengan makhluk lain. Sejak diciptakan  dan dilahirkan manusia telah dianugerahi hak-hak yang  melekat  pada  dirinya  dan  harus dihormati  oleh  manusia  yang  lainnya.  Hak tersebut  disebut juga dengan  hak asasi manusia (HAM).
      Hak asasi manusia adalah  hak dasar atau hak pokok yang melekat  pada diri manusia  sejak  manusia  diciptakan  sebagai  anugerah  Tuhan  Yang  Maha  Esa.  Hak yang dimiliki  setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan  langsung dan harus menghormati  hak yang dimiliki  orang lain. Hak asasi manusia terdiri  atas dua hak yang paling fundamental,  yaitu hak persamaan  dan  hak  kebebasan.  Tanpa  adanya  kedua  hak ini maka  akan  sangat  sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya. Pengakuan terhadap hak asasi manusia  pada hakikatnya  merupakan penghargaan terhadap  segala  potensi dan harga diri manusia menurut  kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut  tidak hanya mengundang  Hak asasi manusia adalah  hak dasar atau hak pokok yang melekat  pada diri manusia  sejak  manusia  diciptakan  sebagai  anugerah  Tuhan  Yang  Maha  Esa.  Hak yang dimiliki  setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan  langsung dan harus menghormati  hak yang dimiliki  orang lain. Hak asasi manusia terdiri  atas dua hak yang paling fundamental,  yaitu hak persamaan  dan  hak  kebebasan.  Tanpa  adanya  kedua  hak ini maka  akan  sangat  sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya. Pengakuan terhadap hak asasi manusia  pada hakikatnya  merupakan penghargaan terhadap  segala  potensi dan harga diri manusia menurut  kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut  tidak hanya mengundang hak untuk menikmati  kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan  memberikan  sejumlah  hak  dasar  tadi  dengan  kewajiban  membina  dan menyempurnakannya.
        Selanjutnya,  John Locke seorang ahli ilmu Negara dalam buku  Sistem Pemerintahan Indonesia Tahun 2012 karangan Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa hak asasi  manusia  adalah  hak-hak  yang  diberikan  langsung  oleh Tuhan  yang Maha  Pencipta  sebagai  hak  yang  kodrati.  Oleh  karenanya,  tidak  ada  kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.  Hak sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia  dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39  Tahun 1999 tentang Hak  Asasi Manusia Pasal 1 menyebutkan  bahwa  “Hak  Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang  Maha  Esa  dan  merupakan  anugerah-Nya  yang  wajib  dihormati,  dijunjung tinggi,  dan dilindungi  oleh  negara, hukum, pemerintah  dan setiap  orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
       Berdasarkan rumusan-rumusan hak asasi manusia tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa HAM  merupakan hak yang melekat  pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah  Tuhan  Yang Maha Esa yang  harus dihormati,  dijaga,  dan  dilindungi  oleh  setiap  individu,  masyarakat, atau negara.
1.  Ciri Pokok HAM
      Dalam penerapannya,  hak asasi manusia (HAM)  tidak dapat  dilepaskan  dari kewajiban asasi manusia (KAM)  dan tanggung jawab asasi manusia (TAM). Ketiganya  merupakan  keterpaduan  yang berlangsung  secara  seimbang.  Bila ketiga unsur  asasi yang melekat  pada setiap individu manusia (baik dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pergaulan global)  tidak  berjalan  seimbang  maka  dapat  dipastikan akan  menimbulkan kekacauan dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan manusia. Beberapa  ciri  pokok hakikat  HAM berdasarkan  beberapa  rumusan  HAM di atas, yaitu sebagai berikut. a.  HAM tidak  perlu  diberikan, diminta,  dibeli,  ataupun  diwarisi.  HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
 b.  HAM berlaku untuk semua orang tanpa melihat  jenis kelamin,  ras, agama, etnis, politik, atau asal-usul sosial dan bangsa.
c.  HAM  tidak boleh dilanggar.  Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi  atau  melanggar  hak  orang  lain.  Orang  tetap  mempunyai  HAM walaupun sebuah negara  membuat  hukum yang tidak  melindungi  atau melanggar  HAM.  Oleh  karena  itu,  apabila  HAM  dilanggar  oleh  seseorang  atau lembaga negara atau sejenisnya maka akan dikenai hukuman.

B. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia

a.  Periode  Tahun 1945 - 1950
    Pemikiran  HAM pada periode awal kemerdekaan  masih menekankan  pada hak untuk merdeka,  hak kebebasan  untuk berserikat  melalui  organisasi  politik yang  didirikan  serta  hak  kebebasan  untuk  menyampaikan  pendapat  terutama  di parlemen.
      Pemikiran  HAM telah  mendapat  legitimasi  secara  formal  karena  telah memperoleh  pengaturan  dan masuk ke dalam  hukum dasar negara  (konstitusi), yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945. Bersamaan dengan  itu  prinsip  kedaulatan  rakyat  dan  negara  berdasarkan atas  hukum  dijadikan sebagai sendi bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka. Komitmen terhadap  HAM pada  periode  awal  kemerdekaan  sebagaimana  ditunjukkan  dalam Maklumat  Pemerintah  tanggal  1 November  1945 yang  tertulis  dalam  buku  30 Tahun Indonesia Merdeka
    menyatakan: “…sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum  sebagai bukti bahwa bagi kita cita-cita  dan dasar  kerakyatan itu benar-benar dasar dan  pedoman penghidupan  masyarakat  dan  negara  kita.  Mungkin sebagai  akibat  pemilihan  itu  pemerintah  akan  berganti  dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
     Langkah selanjutnya  memberikan  keleluasaan  kepada rakyat untuk mendirikan partai  politik.  Sebagaimana  tertera  dalam  Maklumat  Pemerintah  tanggal  3 November 1945 yang antara lain menyatakan sebagai berikut.
1)     Pemerintah menyukai timbulnya  partai-partai  politik,  karena dengan adanya partai-partai  politik  itulah  dapat  dipimpin  ke  jalan  yang  teratur  segala  aliran paham yang ada dalam masyarakat.
 2)  Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkannya pemilihan  anggota badan perwakilan  rakyat pada bulan Januari 1946.
     Hal yang sangat penting dalam  kaitan  dengan HAM  adalah  adanya perubahan mendasar  dan  signifikan  terhadap  sistem  pemerintahan  dari  presidensial menjadi  sistem parlementer, sebagaimana  tertuang  dalam Maklumat Pemerintah  tanggal  14 November  1945,  yang  tertulis  dalam  buku  30 Tahun Indonesia Merdeka. Isi Maklumat tersebut adalah sebagai berikut.
    “Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang ketat dengan selamat, dalam tingkatan  pertama dari usahanya menegakkan diri,  merasa bahwa saat sekarang  sudah tepat  utnuk  menjalankan macam-macam tindakan  darurat guna menyempurnakan  tata  usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting  dalam perubahanperubahan susunan kabinet  baru itu ialah tanggung jawab ada di dalam tangan menteri”.
b.  Periode  Tahun 1950 - 1959

     Periode  1950-1959  dalam  perjalanan  negara  Indonesia  dikenal  dengan  sebutan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM  pada periode ini mendapatkan momentum  yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat  demokrasi liberal  atau demokrasi parlementer  mendapatkan  tempat  di kalangan  elit  politik.  Seperti  dikemukakan  oleh  Prof. Bagir  Manan  dalam  buku “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia  menyatakan bahwa  pemikiran  dan  aktualisasi  HAM pada  periode  ini  mengalami  “pasang” dan  menikmati  “bulan  madu” kebebasan.  Indikatornya  menurut  ahli  hukum  tata negara ini ada 5 (lima)  aspek.  Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik  dengan beragam  ideologinya  masing-masing.  Kedua, Kebebasan  pers sebagai  salah satu pilar  demokrasi betul-betul  menikmati  kebebasannya.  Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi harus berlangsung dalam suasana kebebasan,  fair  (adil) dan demokratis.  Keempat, parlemen  atau dewan perwakilan rakyat  sebagai  representasi  dari  kedaulatan  rakyat  menunjukkan  kinerja  dan kelasnya  sebagai  wakil rakyat  dengan melakukan  kontrol  yang semakin  efektif terhadap  eksekutif.  Kelima, wacana  dan pemikiran  tentang HAM mendapatkan iklim  yang  kondusif  sejalan  dengan  tumbuhnya  kekuasaan  yang  memberikan ruang kebebasan. Dalam perdebatan di Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang berbeda aliran dan ideologi sepakat tentang substansi HAM  universal dan pentingnya  HAM  masuk dalam UUD  serta menjadi bab tersendiri. Bahkan diusulkan oleh anggota Konstituante keberadaannya mendahului bab-bab UUD.
 c. Periode  Tahun 1959 - 1966
     Pada  periode  ini  sistem  pemerintahan  yang  berlaku  adalah  sistem  demokrasi terpimpin  sebagai reaksi penolakan  Soekarno terhadap  sistem demokrasi parlementer. Pada sistem  ini  (demokrasi  terpimpin),  kekuasaan  terpusat  dan berada di tangan Presiden.  Akibat dari sistem demokrasi  terpimpin, Presiden melakukan tindakan  inkonstitusional,  baik pada tataran  suprastruktur politik  maupun dalam tataran  infrastruktur  politik.  Dalam  kaitan  dengan  HAM, telah  terjadi  pemasungan hak  asasi  manusia,  yaitu  hak  sipil  dan  hak  politik  seperti  hak  untuk  berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain, telah terjadi  sikap restriktif (pembatasan  yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.
 d. Periode  Tahun 1966 - 1998
    Setelah  terjadi  peralihan  pemerintahan  dari  Soekarno  ke Soeharto,  ada semangat  untuk  menegakkan  HAM. Pada  masa  awal  periode  ini  telah  diadakan berbagai  seminar  tentang  HAM. Salah  satu  seminar  tentang  HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan  gagasan tentang  perlunya  pembentukan pengadilan HAM,  pembentukan komisi, dan pengadilan  HAM  untuk wilayah Asia. Selanjutnya, pada tahun 1968 diadakan  Seminar  Nasional Hukum II yang merekomendasikan  perlunya hak uji materiil  (judicial  review) guna melindungi HAM. Hak uji  materiil  tidak  lain  diadakan  dalam  rangka pelaksanaan  TAP  MPRS No.  XIV/MPRS/1966. MPRS  melalui  Panitia  Ad Hoc  IV  telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam  Piagam tentang  Hak-Hak  Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban  Warga Negara. Dalam buku  30 Tahun Indonesia Merdeka, Ketua MPRS,  A.H. Nasution dalam  pidatonya menyatakan  sebagai berikut.
  “Isi hakikat  daripada Piagam tersebut adalah hak-hak yang dimiliki  oleh manusia sebagai ciptaan  Tuhan yang dibekali  dengan hak-hak asasi, yang berimbalan dengan kewajiban-kewajiban.  Dalam pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia  melakukan hak-hak dan kewajibankewajibannya  dalam hubungan  yang  timbal  balik:  a. antarmanusia dengan manusia; b. antarmanusia dengan Bangsa, Negara dan Tanah  Air; antarBangsa.
      Konsepsi HAM ini sesuai dengan kepribadian Pancasila yang  menghargai  hak  individu  dalam  keselarasannya  dengan  kewajiban individu terhadap masyarakat”. Sementara  itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM di Indonesia mengalami  kemunduran, karena HAM  tidak lagi dihormati,  dilindungi  dan ditegakkan.  Pemikiran  penguasa pada masa ini sangat diwarnai oleh sikap penolakannya terhadap HAM  sebagai produk Barat dan individualistik  serta bertentangan  dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia.  Pemerintah  pada  masa  ini  bersifat  mempertahankan  produk hukum yang umumnya  membangun  pelaksanaan  HAM. Sikap pemerintah  tercermin dalam  ungkapan bahwa  HAM  adalah  produk pemikiran  Barat  yang  tidak  sesuai dengan  nilai-nilai  luhur budaya bangsa yang tercermin  dalam  Pancasila.  Selain itu,  Bangsa Indonesia  sudah terlebih  dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang  dalam  rumusan  UUD  1945  yang  lahir  lebih  dulu  dibandingkan  dengan Deklarasi  Universal  HAM. Selain  itu,  sikap  pemerintah  ini  didasarkan  pada anggapan  bahwa isu HAM seringkali  digunakan  oleh negara-negara  Barat  untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Meskipun mengalami  kemandegan  bahkan  kemunduran,  pemikiran  HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama  di kalangan masyarakat yang dimotori  oleh  lembaga  swadaya  masyarakat  (LSM) dan  akademisi  yang fokus terhadap penegakan HAM.
    Upaya masyarakat  dilakukan melalui  pembentukan jaringan  dan lobi internasional terkait  dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti  kasus  Tanjung  Priok,  kasus  Kedung  Ombo,  kasus  DOM  di  Aceh,  kasus Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya  yang dilakukan  oleh masyarakat  menjelang  periode  1990-an nampaknya memperoleh  hasil yang menggembirakan  karena terjadi  pergeseran strategi  pemerintah  dari represif dan defensif ke strategi akomodatif  terhadap tuntutan  yang berkaitan  dengan  penegakan  HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah  terhadap tuntutan penegakan HAM  adalah  dibentuknya Komisi Nasional  Hak  Asasi  Manusia  (KOMNAS  HAM)  berdasarkan  KEPRES  Nomor 50  Tahun 1993 tertanggal  7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas  untuk memantau  dan menyelidiki  pelaksanaan  HAM serta  memberi  pendapat,  pertimbangan,  dan saran kepada  pemerintah perihal  pelaksanaan  HAM. Selain  itu, Komisi ini bertujuan untuk  membantu  pengembangan  kondisi-kondisi  yang kondusif bagi  pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945  (termasuk hasil  amandemen  Undang-Undang  Dasar Negara Republik  Indonesia  Tahun 1945), Piagam  PBB, Deklarasi Universal HAM,  Piagam  Madinah, Khutbah  Wada’, Deklarasi Kairo, dan deklarasi  atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM.
 e. Periode  Tahun 1998 - Sekarang
    Pergantian  pemerintahan  pada  tahun  1998 memberikan  dampak  yang  sangat besar  pada  pemajuan  dan  perlindungan  HAM di  Indonesia.  Pada  saat  ini  dilakukan pengkajian  terhadap beberapa kebijakan  pemerintah  pada masa orde baru yang berlawanan  dengan  pemajuan  dan perlindungan  HAM. Selanjutnya,  dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan  dengan pemberlakuan HAM dalam  kehidupan  ketatanegaraan  dan kemasyarakatan  di Indonesia. Demikian  pula  pengkajian  dan  ratifikasi  terhadap  instrumen  HAM  internasional semakin  ditingkatkan.  Hasil  dari  pengkajian  tersebut  menunjukkan  banyaknya norma  dan ketentuan  hukum nasional  khususnya yang terkait  dengan  penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.
     Strategi  penegakan  HAM pada periode  ini  dilakukan  melalui  dua tahap,  yaitu tahap  status  penentuan  (prescriptive  status)  dan  tahap  penataan  aturan  secara konsisten (rule consistent  behaviour). Pada  tahap  status penentuan  (prescriptive status) telah  ditetapkan  beberapa  ketentuan  perundang-undangan  tentang  HAM, seperti amandemen  konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945), ketetapan MPR  (TAP  MPR),  Undang-Undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Adapun, tahap  penataan  aturan  secara  konsisten  (rule  consistent  behaviour) mulai  dilakukan pada  masa  pemerintahan  Presiden Habibie.  Tahapl  ini  ditandai dengan penghormatan  dan pemajuan  HAM dengan dikeluarkannya  TAP  MPR No.  XVII/MPR/1998  tentang  HAM  dan  disahkannya  (diratifikasi)  sejumlah konvensi HAM,  yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya  dengan  UU  Nomor  5/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  87  tentang  Kebebasan Berserikat  dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi dengan keppres Nomor 83/1998;  Konvensi  ILO  Nomor  105  tentang  Penghapusan  Kerja  Paksa  dengan  UU Nomor  19/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  111  tentang  Diskriminasi  dalam  Pekerjaan dan  Jabatan  dengan  UU  Nomor  21/1999;  Konvensi  ILO  Nomor  138  tentang  Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dengan UU  Nomor 20/1999. Selain itu,  juga  dicanangkan  program “Rencana  Aksi Nasional  HAM” pada  tanggal  15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat hal sebagai berikut.
 1.  Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM.
2.  Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3.  Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
4.  Pelaksanaan isi perangkat internasional  di bidang HAM yang telah diratifikasi  
    melalui perundang-undangan nasional.  

C. Kasu-Kasus Pelanggaran Ham yang Pernah Terjadi di Indonesia

   Banyak  kasus pelanggaran  hak asasi manusia  yang disebabkan  karena manusia  lebih  mengedepankan  hak daripada  kewajiban  asasinya. Pernahkah Kalian mendengar atau membaca  berita tentang kasus  pelanggaran HAM?  Tentu saja  bila  kalian  rajin  mengikuti  berita  dari  media  elektronik  atau  media  cetak, kasus-kasus pelanggaran  HAM sangat  sering  kita  dengar.  Dari  kasus-kasus yang kalian temui, kasus manakah yang menarik?  Mengapa? Silakan kalian diskusikan dengan teman  sebangku atau sekelas kalian.  Berikut adalah  salah satu kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Silakan kalian simak kasus tersebut.

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
  menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
b. Kasus pelanggaran HAM yang ringan, meliputi :1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya


  Beberapa kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
a. Kerusuhan Tanjung Priok, tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini sebanyak 24 orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan.
b. Pelanggaran HAM di daerah konflik yang diberi status Daerah Operasi Militer (DOM), di Aceh. Peristiwa ini telah menimbulkan bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil yang berupa penyiksaan, penganiayaan, dan pemerkosaan yang berulang-ulang dan dengan pola yang sama.
c.  Sepanjang tahun 80-an, dalam rangka menanggulangi aksi-aksi kriminal yang semakin meningkat, telah terjadi pembunuhan terhadap “para penjahat” secara misterius yang terkenal dengan istilah “petrus” (penembakan misterius).
d.  Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini korban yang meninggal antara lain: Hery Hartanto, Elang Mulya Lesmana, Hendrawan Sie, Hapidin Royan dan Alan Mulyadi.
e.  Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang korban meninggal, yaitu Bernadus Irmawan, Teddy Mahdani Kusuma, Sigit Prsetyo, Muzamil Joko Purwanto dan Abdullah. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang memakan lima orang korban meninggal yaitu Yap Yun Hap, Salim Ternate, Fadli, Denny Yulian dan Zainal.
f. Pembunuhan Munir sebagai Aktivis HAM Indonesia, pada tanggal 7 September 2004. Munir tewas dalam  perjalanan  udara dari Jakarta ke Amsterdam.  Munir tewas akibat racun  arsenic  yang kadarnya sangat mematikan.
g. Kasus Bulukumba
Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT. London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka.
h. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965
Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
i. Pembantaian Santa Cruz
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer (anggota TNI) dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor Timur pada 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.
j. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi
Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi sedang marak maraknya terjadi praktek dukun santet di desa desa. Warga sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan serta pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet pun dibunuh tanpa peradilan, ada yang dibacok, dipancung bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang beruntung masih selamat dari amukan warga.
k. Peristiwa 27 Juli (1996)
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas HAM, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.
l. Kasus Penganiayaan Wartawan Udin (1996)
Kasus penganiayaan dan terbunuhnya Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin)terjadi di yogyakarta 16 Agustus 1996. Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel kritis tentang kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia menjadi wartawan di Bernas sejak 1986. Udin adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

    Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
2.      Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
3.   Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4.   Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

B. Saran
Kepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang pelanggaran -pelanggaran ham yang terjadi saat ini.
 
 Daftar Pustaka

Arifin,  Anwar.  2003.  Komunikasi Politik  (Paradigma  –  Teori –  Aplikasi – Strategi  dan  Komunikasi  Politik  Indonesia).  Jakarta:  Balai  Pustaka, Bakry,  Noor  Ms.  2009.  Pendidikan  Kewarganegaraan.  Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. Budiardjo,  Miriam.  2010.  Dasar-Dasar  Ilmu Politik.  Jakarta:  PT.  Gramedia Pustaka Utama. Budimansyah, Dasim. 2002.  Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Ganesindo Busrizalti,  H.  M.  2013.  Hukum Pemda: Otonomi Daerah dan Implikasinya, Yogyakarta :  Total Media. Busroh,  Abu Daud. 2009.  Ilmu Negara. Jakarta: Bumi  Aksara. Darmodihardjo,  Dardji.  dkk.  1991.  Santiaji  Pancasila,  Surabaya:  Usaha Nasional, Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung : Refika  Aditama. Gaffar,  Affan. 2004.  Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamidi,  Jazim  dan  Mustafa  Lutfi.  2010.  Civic  Education:  Antara  Realitas Politik  dan Implementasi Hukumnya.Jakarta:   PT.  Gramedia Pustaka Utama. Hatta.  Mohammad.1980.  Dasar Politik  Luar Negeri  Republik  Indonesia, Jakarta Jimnung,  Martin  2005.  Politik  Lokal dan Pemerintah  Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah.  Yogyakarta: Pustaka Nusatama.




Ok guys sekian dulu, terima Kasih tekh berkunjung dan sampai ketemu lagiiii by by.....  instagram @fathul_yusri11hak









Labels: PPKN

Thanks for reading Makalah Tentang HAM di Indonesia lengkap. Please share...!

1 Comment for "Makalah Tentang HAM di Indonesia lengkap"

wah harus saya kasi tau nih teman kelas ips saya

Back To Top